Rabu, 25 Juli 2012

Dairah Al Ma'arif Al Utsmaniyah di Hyderabad Dekkan bag 2


Sahabat Pena, seperti yang Pena janjikan hari ini akan kita muat bagian kedua dari makalah tentang Perpustakaan Osmania di Hyderabad Dekkan, selamat mengikuti.


Perpustakaan Osmania
Dari bangunan gedung Osmania University kami berjalan kaki menuju ke Perpustakaan Osmania, perpustakaan ini lebih dahulu berdiri daripada Osmania University sendiri, walaupun belakangan perpustakan ini menginduk ke universitas, perpustakaan ini berdiri pada masa Nidzam Mulk Nawwab Mir Mahboub Ali Khan (1866-1911, Nidzam Mulk Hyderabad keenam, pent.) . Perpustakaan ini memiliki percetakaan Bahasa Arab yang bisa dianggap paling tua dalam sejarah percetakaan Bahasa Arab di India, berdiri persis tahun 1306 H/1888 M, sampai-sampai tidak ada satupun perpustakaan Arab kecuali pasti terdapat di dalamnya kitab cetakan penerbit ini, manuskrip disini didatangkan dari Arab lewat jalur laut, dan kemudian kembali ke tempat asalnya sudah tercetak rapi beribu-ribu eksemplar di pelbagai disiplin ilmu; dari kedokteran, hadits, sejarah, matematika, untuk dijual dan disebarkan di seluruh penjuru Negara-negara Islam.
Percetakan ini yang memiliki jasa besar menghidupkan kembali buku-buku ilmiah dan agama, sampai sekarang masih eksis, mencurahkan khidmah paling agung bagi Bahasa Arab tidak hanya terbatas di anak benua India saja, tetapi juga bagi Negara-negara Arab.
Pada mulanya kami memasuki ruangan yang didalamnya terdapat beberapa buku langka yang terkenal di dunia Arab, dari kitab fiqh, biografi dan tokoh serta bidang-bidang lain yang dijamah penulisan dengan Bahasa Arab.
Disana kami dapati Musnad Abu Ya’la Al Mousili dari abad ke 4 Hijriah yang manuskripnya di seluruh dunia hanya ada tiga saja, dan di Perpustakan Osmania terdapat satu manuskrip yang paling otentik .
Disana juga kami temukan mikrofilm buku “Al Muqaffa Al Kabir” milik Al Maqrizy, di dunia hanya ada satu manuskrip di Paris, perpustakaan Osmania mendatangkan mikrofilm itu ke Hyderabad dan kemudian diedit, dan kemudian dicetak.
Kami dapati juga mushaf langka yang terdiri dari 120 halaman saja, setiap satu juz ditulis dalam 4 halaman saja, dan yang membuat kami terkejut bahwa setiap barisnya pasti dimulai dengan huruf “wawu”, dari setiap halaman pertama sampai halaman terakhir.
Syaikh Abu Bakar Al Hasyimi; pimpinan editor di sini menyatakan bahwa proses koreksi dilaksanakan dengan pemeriksaan, penelitian, dan editing naskah yang akan dicetak, beliau juga menambahkan meski Negara-negara Arab sudah mengenal percetakan Arab sejak abad 19 M akan tetapi perhatian disana terbatas pada mencetak buku-buku kuno yang ada di sekeliling mereka saja, sedangkan Perpustakan Osmania menyeleksi manuskrip dan tulisan Arab dan Islam kemudian diedit dan dicetak dan diterbitkan di seluruh penjuru dunia, memburu manuskrip-manuskrip langka baik naskah asli atau mikrofilm dari perpustakaan di seluruh penjuru dunia di Negara-negara Eropa dan Arab, kemudian dicetak setelah diedit dan diberi catatan kaki, dengan itu nampak sumbangsih nyata untuk menjaga turats ilmiah yang begitu besar, dan mencegahnya agar tidak musnah atau hilang dan kemudian mempersembahkannya kepeda pelbagai generasi setelah diedit dan dikoreksi.
Hal itu dikuatkan oleh Syaikh Muhammad Imran Al A’zami’ editor senior di perpustakaan ini, beliau juga seorang penyair Arab dan sastrawan yang mampu berbicara dengan 6 bahasa, beliau menyimpulkan usaha perpustakaan ini dengan perkataan beliau :“tujuan utama perpustakaan ini adalah buku-buku yang belum dicetak di dunia, kami memburu mikrofilm dari seluruh penjuru dunia, kemudian kami mencetaknya dan mendistribusikannya di segenap penjuru dunia Arab dan Islam.
Ketika kami masuk ke ruangan tempat para pegawai percetakan mengkomposisikan huruf dengan metode konvensional yang sekarang sudah tidak terpakai lagi sekarang seiring dengan semakin berkembang pesatnya alat-alat percetakan elektronik, kami tercengang ketika kami mengetahui bahwa para pegawai yang mengkomposisikan huruf untuk dicetak ini sama sekali tidak memahami bahasa Arab, mereka hanyalah orang-orang India biasa, hanya saja mereka memiliki pengalaman yang panjang yang memungkinkan mereka untuk menghafal harakat huruf dan memilih harakat yang sesuai dan menyusun dengan teliti dari sekian banyak batang logam kecil acak di satu bingkai kayu cetak.
Ketika datang Direktur Perpustakaan ini; Prof. Abdul Majid yang juga menjabat Ketua Jurusan Bahasa Arab di kuliah, kami terkejut, beliau langsung memungkasi :”bagian penyusun komposisi huruf ini sebentar lagi akan ditiadakan, kami terpaksa untuk beralih menggunakan alat-alat modern, dan kami akan memulai perjalanan kami dalam memberi perhatian kepada turats Arab dengan usaha kami untuk menuliskan kembali manuskrip dengan komputer”. Akan tetapi perpustakaan yang didirikan dengan tujuan utama untuk mengumpulkan manuskrip ilmiah dan seni Arab dan usaha untuk menjaganya, dan diprioritaskan – sebagaimana yang disampaikan Prof. Muhammad Abdul Majid- manuskrip dari delapan abad pertama hijriah yang dianggap sebagai zaman paling cerah dalam sejarah penulisan di dunia Islam, dan diprioritaskan juga manuskrip-manuskrip langka yang ditakutkan hilang jika tidak segera ditangani. Karena itu tidak heran perpustakaan ini telah memberi sumbangsih kepada perpustakan Islam dan Arab, ratusan kitab dan tulisan seperti : “Sunan Kubro” milik Baihaqi, “Al Faliq fi Lughah” tulisan Zamakhsyari dan Tahdzib Tahdzib milik Ibnu Hajar Al Asqalany.

Museum Salar Jung
Setelah kami berkeliling di Perpustakaan Osmania, kami menuju ke tempat lain di kota Hyderabad yang menyimpan manuskrip dalam jumlah besar, tempat itu adalah Museum Salar Jung yang didirikan oleh Wazir pada masa Nidzm Mulk (Nawab Mir Yousuf Ali Khan Salar Jung III (1889–1949) mantan Perdana Mentri pada masa Nidzam Mulk ke 7 Mir Osman Ali Khan (1886-1967) pent.).
Museum ini menyimpan manuskrip dan barang-barang berharga lain yang langka, museum ini diberi nama wazir tersebut sebagai perhormatan atas jasanya mengkoleksi barang-barang langka dan seni (barang-barang di museum tersebut adalah koleksi keluarga Salar Jung, pent.).
Dalam museum ini terdapat ruangan khusus manuskrip, divisi ini  paling sering disebut, kita dapati di dalamnya sejumlah manuskrip langka berbahasa Arab, diantaranya kitab hadist yang ditulis tangan masih tersimpan rapi seperti warna asalnya, juga kitab syi’ir dan kata mutiara, tasawuf, nasehat, khitobah, mantiq, bahasa, biografi, tafsir, sejarah dan madzhab-madzhab dengan dua dua bahasa : Arab dan Persia, walaupun jumlah manuskrip berbahasa Persia jauh lebih banyak daripada manuskrip Arab. Jumlah manuskrip Arab sekitar 2600 manuskrip lebih, sedang manuskrip dengan bahasa selain Arab mencapai sekitar 8500 manuskrip.
Dari koleksi langka di museum ini adalah naskah milik Bustan Sa’adi; penyair besar Persia, dan naskah “Šāhnāmaẗ/Shahnameh(cerita raja-raja, pent.)” milik Al Firdausi yang diperkirakan berasal dari akhir seperempat awal abad 15 Masehi (sekitar 1400-1425 M, pent.). Di museum ini juga terdapat manuskrip yang berisi hadist dan biografi Nabi Muhammad Shallahualaihiwasallam ynag seudah diterjemahkan ke bahasa Persia yang berasal dari akhir abad ke 15 Masehi.

Zakaria Abdul Jawwad
Majalah Al Araby Vol. 551 10/2004

Selasa, 24 Juli 2012

Dairah Al Ma'arif Al Utsmaniyah di Hyderabad Dekkan bag. 1

Sahabat Pena yang dirahmati Allah, edisi 5 Ramadhan kali kita akan mengangkat tema tentang salah satu perpustakaan penting di India; Perpustakaan Osmania yang dalam literatur biasanya diebut dengan "Dairah Al Ma'arif Al Utsmaniyah bi Hyderabad Dekkan" didalamnya terdapat sejumlah banyak manuskrip kuno Arab atau selain Arab. Salah satu sebab kenapa penulis ingin mengangkat tema ini selain karena Pena ada kecenderungan di bidang ini, sebab lain adalah tokoh yang kita angkat sebelumnya, yaitu Syaikh Abdurrahman Al Muallimi Al Yamani pernah tinggal lama di perpustakaan ini sebagai editor dalam rentang sekitar 30 tahun antara 1341-1371 H/1921-1951. 
Tulisan ini Pena terjemahkan dari Majalah Al Araby Vol 551. 10/2004 dalam rubrik yang ditulis oleh Zakaria Abdul Jawwad. Tulisan akan kami menjadi dua bagian : bagian pertama prolog dan kabar tentang Osmania University yang sekarang menjadi tempat bernaungnya perpustakaan, bagian kedua baru kita ulas tentang perpustakaan tersebut dan tambahan satu museum lagi di Hyderabad yang tergolong museum terbesar ketiga di India, museum itu bernama Salar Jung. Akhir kata selamat menikmati.

Perpustakaan Osmania di India, Benteng Pelindung Turats Arab.

Perpustakan ini terletak di lereng dataran tinggi Dekkan di India, jejaknya terkubur oleh zaman dari masa ke masa, menjaga turats Arab dalam jumlah besar, seiring berjalannya tahun, dan perputaran waktu, sedih atau gembira, pasang atau surut, pepustakaan ini senantiasa eksis bersama para prajuritnya yang ikhlas dari bumiputra India, memilah, mengumpulkan, dan mengedit manuskrip arab yang tersebar di seluruh penjuru dunia.
Perhatian yang besar terhadap bahasa Arab sungguh sangat mencengangka kami, sebagai bagian dari beberapa kejutan yang kami dapatkan dalam perjalanan kami ke India, sampai saking banyaknya yang menyambut kami dengan bahasa Arab kami menyangka bahwa kami berada di daerah Arab, walaupun terkadang sedikit tercampur dengan lidah Ajam.
Mungkin mustahil bagi kami untuk meninggalkan anak benua India ini tanpa rasa kaget yang luar biasa, bagaimana tidak ketika kami dapati bahwa Bahasa Arab diajarkan di fase sekolah dasar sebagai mata pelajaran pokok bagi anak-anak minoritas India yang jumlahnya mencapai 200 juta jiwa, di waktu yang bersamaan Bahasa Arab menjadi menjadi bahasa pengantar kedua di sekolah-sekolah di beberapa kota seperti Hyderabad.
Kami juga mendapati adanya lomba Bahasa Arab tahunan yang diadakan pemerintah India, disediakan pula hadiah bagi peserta atas sumbangsih yang mereka berikan untuk Bahasa Arab.
Dalam perjalanan singkat kami ke sana kami mendapatkan dua undangan: yang pertama dari jurusan Bahasa Arab di Universitas Jawaharlal Nehru di New Delhi, dan yang kedua dari Cantral Institut untuk Bahasa-bahasa asing di Hyderabad, baru kemudian kami mengetahui bahwa setiap Universitas di India memiliki jurusan Bahasa  Arab, dan juga fakta lain yang kami dapatkan bahwa Negara ini menyimpan lebih dari 50.000 manuskrip berbahasa Arab.
Dari sini, perjalanan kami menuju ke Hyderabad, disana terletak Osmania University yang masyhur sejak didirikan dan sampai sekarang eksis memberikan sumbangsih yang luar biasa untuk perkembangan Bahasa Arab di anak benua India, sama dengan atau malah melebihi sumbangsih yang diberikan oleh Nadwah Ulama di Lucknow.
Barangkali nilai lebih Perpustakan Osmania ini plus Osmania University adalah sumbangsih nyata menjaga kekayaan manuskrip dan buku-buku Arab yang rentan musnah dan hilang, (kalau tidak ada perpustakaan ini) yang senantiasa eksis dengan kiprah nyata menjaga turats Arab, yang dipilah dari seluruh penjuru dunia. Sungguh aneh kenyataan yang kita lihat keikhlasan yang luar biasa dari kaum muslimin di India dan konsistensi nyata untuk membeli manuskrip dari seluruh penjuru dunia, kemudian diedit dan diterbitkan dengan peralatan cetak yang kuno dan sederhana, orang akan terkejut ketika melihat sumbangsih yang diberikan kepada perpustakaan internasional dengan kitab berjilid-jilid tebalnya yang ditulis pada zaman dahulu dengan bahasa Arab, sedangkan bangsa Arab sendiri sibuk dengan mimipi-mipinya yang lain.
Pada pagi hari kami datang di gedung Osmania University yang menginduk dana dan pengawasannya ke Negara bagaian Andra Pradesh, universitas ini didirikan pada tahun 1918 dan pembangunan gedungnya rampung pada tahun 1938 atas perintah dari Mir Osman Ali Khan Wali Hyderabad pada waktu itu, dengan tujuan untuk menyebarkan Bahasa Arab dan pendidikan Islam di Hyderabad, dan nama universitas berasal dari nama wali Hyderabad pada masa itu Mir Osman Ali Khan (1886-1967), bukan berasal dari dinasti Turki Utsmani seperti yang mungkin pertama kali terbayang di pikiran kita ketika nama itu disebut.
Kami menuju ke gedung yang tercium aroma klasiknya, di salah satu bagian gedung itu tedapat fakultas sastra yang salah satu jurusannya adalah Bahasa Arab, fakultas ini hanyalah salah satu bagian dari beberapa fakultas dibawah naungan Osmania University. Di dalam ruang jurusan ini kami bertemu dengan sejumlah dosen, sebagian dari mereka pemenang lomba Bahasa Arab yang diadakan Pemerintah India.
Sedari awal, Prof. Abdul Hamid menyatakan bahwa jurusan yang telah menghasilkan ribuan alumni ini telah memberikan sumbangsih yang agung bagi perkembangan Bahasa Arab, paling tidak hal itu nampak dari munculnya segolongan akademisi dan para penya’ir besar diantaranya Abdussattar Shiddiqy, Muhammad Abdul Haq dan Abdul Mu’in Khan; nama-nama yang sudah terkenal di seantero India itu alumni jurusan ini.
Kemudian beliau menambahkan, meskipun kegiatan belajar di jurusan menggunakan Bahasa Arab di semua mata kuliahnya, posisi Bahasa Arab di universitas masih menepati posisi kedua setelah Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar utama kegiatan belajar mengajar di India di semua level pendidikan.
Disamping program akademis magister dan doktoral, jurusan ini juga mengadakan semacam kursus kecakapan bagi yang ingin belajar Bahasa Arab, disamping itu juga ada program tambahan lain yang disebut “Senior Diplomat” bagi yang ingin memperdalam Bahasa Arab dan memahami Al Quran Al Karim serta Sunnah An Nabawiyah, beliau juga mnambahkan bahwa sejumlah besar dari alumni dipercaya untuk menduduki posisi-posisi penting di kedutaan-kedutaan India di Negara-negara Arab sebagaimana mereka juga masuk ke sektor pendidikan di beberapa sekolah asing di Negara-negara tadi.
Prof. Abdul Majid sambil bersemangat menyampaikan bahwa jumlah peminat Bahasa Arab semakin bertambah di seluruh penjuru anak benua India, sebab dari hal itu kembali ke Al Qur;an dan As Sunnah, karena kaum muslimin berkeinginan untuk bisa memahami keduanya dengan belajar Bahasa Arab, disamping adanya peluang kerja di Negara-negara teluk bagi tenaga kerja dari India juga menjadi sebab lain berkembangnya Bahasa Arab dan bertambahnya jumlah peminat belajar Bahasa Arab.
Sebagaimana juga Prof. Qomarunnisa Begum menyampaikan kepada kami indikasi kuat dari para pemudi untuk belajar Bahasa Arab, hal itu ditunjukkan dengan bertambahnya jumlah mahasiswi yang sekarang belajar di jurusan ini.
Nampak pembicaraan ini semakin menarik, tapi Prof. Abdul Majid menyampaikan singkat “Kami hidup di bukan lingkungan Arab tetapi kami berusaha menciptakan “atmosfer” Arab bagi mahasiswa, agar mereka bisa sebisa mungkin memiliki kecakapan Bahasa Arab yang mumpuni.
Beliau juga menambahkan keinginan jurusan untuk pertukaran misi pengajaran dengan Universitas-universitas Arab, persis seperti jalinan kerjasama antara Universitas-universitas di Iran dengan jurusan Bahasa Persia di Osmania University, dengan dikirimnya beberapa dosen ke jurusan ini.


Minggu, 22 Juli 2012

Syaikh Abdurrahman Al Muallimi yang tawadlu'


Sahabat Pena yang budiman, edisi 3 Ramadhan kali ini Pena akan menyuguhkan tentang contoh akhlaq mulia dari seorang alim yang berasal dari Yaman, beliau adalah Syaikh Abdurrahman Al Muallimi (1312 H - 1386 H/1892 M-1966 M) yang masyhur dengan tahqiq (editing) ilmiah karya-karya ulama, terutama muhadditsin, semisal tahqiq beliau terhadap kitab "Al Ansab" milik As Sam'ani. Beliau juga terkenal dengan beberapa tulisan yang menunjukkan kadar keilmuan beliau yang mumpuni, seperti "At Tankil" buku beliau sebagai bantahan terhadap Zahid Al Kautsari, Al Qaid Ila Shahih Al I'tiqad dan yang lainnya.

Alkisah pada suatu waktu, Muhaddits Syaikh Ahmad Syakir ingin melihat langsung  Syaikh Al Muallimi, maka beliau datang ke Maktabah Al Haram di Makkah dan bertemu dengan direkturnya Syaikh Abdullah As Shani'; ketika  beliau berdua mengobrol santai, datanglah Syaikh Al Muallimi membawakan teh dan air putih untuk Syaikh Ahmad Syakir dan Syaikh Abdullah As Shani', kemudian Syaikh Al Muallimi meninggalkan beliau berdua untuk membaca. Setelah itu Syaikh Ahmad Syakir bertanya kepada Syaikh Abdullah As Shani' dengan dialek Arab Mesir " Auz Assuf As Syaikh Al Muallimi" "Saya ingin  melihat Syaikh Al Muallimi". Maka Syaikh As Shani' menjawab : "yang tadi menghidangkan teh dan air putih untuk Anda itulah Syaikh Al Muallimi". Maka Syaikh Ahmad Syakir tidak menjawab dan hanya menangis. Subhanallah.

Dikutip dari Al Imam Abdurrahman bin Yahya Al Muallimi Al Yamani, jejak dan biografi. Ahmad bin Ghanim Al Asadi, Maktabah Ridwan Cairo, cetakan pertama 2006 M hal 35.

Jumat, 20 Juli 2012

Preambule

Ini coretan pertama saya sebagai "newbie" di blogger, keinginan untuk berbagi pengalaman dan cerita sudah muncul dari dulu, tapi karena masih ragu dan bingung darimana harus memulai jadinya belum kesampaian dari sekarang. Bagi saya dunia blog adalah sarana baru bagi saya untuk mengenal dunia baru yang belum pernah saya kenal sebelumnya, dan saya sangat berharap banyak pengalaman baru yang nanti akan saya dapatkan disini.

Al-Mizzi, Ibnu Taimiyah dan Penjara Ibnu Hajar mengisahkan dalam biografi al-Mizzi bahwa ia pernah mengalami cobaan dengan dipenjara, perist...