Sahabat Pena, seperti yang Pena janjikan hari ini akan kita muat bagian kedua dari makalah tentang Perpustakaan Osmania di Hyderabad Dekkan, selamat mengikuti.
Perpustakaan Osmania
Dari bangunan gedung Osmania University kami berjalan kaki menuju ke Perpustakaan Osmania, perpustakaan ini lebih dahulu berdiri daripada Osmania University sendiri, walaupun belakangan perpustakan ini menginduk ke universitas, perpustakaan ini berdiri pada masa Nidzam Mulk Nawwab Mir Mahboub Ali Khan (1866-1911, Nidzam Mulk Hyderabad keenam, pent.) . Perpustakaan ini memiliki percetakaan Bahasa Arab yang bisa dianggap paling tua dalam sejarah percetakaan Bahasa Arab di India, berdiri persis tahun 1306 H/1888 M, sampai-sampai tidak ada satupun perpustakaan Arab kecuali pasti terdapat di dalamnya kitab cetakan penerbit ini, manuskrip disini didatangkan dari Arab lewat jalur laut, dan kemudian kembali ke tempat asalnya sudah tercetak rapi beribu-ribu eksemplar di pelbagai disiplin ilmu; dari kedokteran, hadits, sejarah, matematika, untuk dijual dan disebarkan di seluruh penjuru Negara-negara Islam.
Percetakan ini yang memiliki jasa besar menghidupkan kembali buku-buku ilmiah dan agama, sampai sekarang masih eksis, mencurahkan khidmah paling agung bagi Bahasa Arab tidak hanya terbatas di anak benua India saja, tetapi juga bagi Negara-negara Arab.
Pada mulanya kami memasuki ruangan yang didalamnya terdapat beberapa buku langka yang terkenal di dunia Arab, dari kitab fiqh, biografi dan tokoh serta bidang-bidang lain yang dijamah penulisan dengan Bahasa Arab.
Disana kami dapati Musnad Abu Ya’la Al Mousili dari abad ke 4 Hijriah yang manuskripnya di seluruh dunia hanya ada tiga saja, dan di Perpustakan Osmania terdapat satu manuskrip yang paling otentik .
Disana juga kami temukan mikrofilm buku “Al Muqaffa Al Kabir” milik Al Maqrizy, di dunia hanya ada satu manuskrip di Paris, perpustakaan Osmania mendatangkan mikrofilm itu ke Hyderabad dan kemudian diedit, dan kemudian dicetak.
Kami dapati juga mushaf langka yang terdiri dari 120 halaman saja, setiap satu juz ditulis dalam 4 halaman saja, dan yang membuat kami terkejut bahwa setiap barisnya pasti dimulai dengan huruf “wawu”, dari setiap halaman pertama sampai halaman terakhir.
Syaikh Abu Bakar Al Hasyimi; pimpinan editor di sini menyatakan bahwa proses koreksi dilaksanakan dengan pemeriksaan, penelitian, dan editing naskah yang akan dicetak, beliau juga menambahkan meski Negara-negara Arab sudah mengenal percetakan Arab sejak abad 19 M akan tetapi perhatian disana terbatas pada mencetak buku-buku kuno yang ada di sekeliling mereka saja, sedangkan Perpustakan Osmania menyeleksi manuskrip dan tulisan Arab dan Islam kemudian diedit dan dicetak dan diterbitkan di seluruh penjuru dunia, memburu manuskrip-manuskrip langka baik naskah asli atau mikrofilm dari perpustakaan di seluruh penjuru dunia di Negara-negara Eropa dan Arab, kemudian dicetak setelah diedit dan diberi catatan kaki, dengan itu nampak sumbangsih nyata untuk menjaga turats ilmiah yang begitu besar, dan mencegahnya agar tidak musnah atau hilang dan kemudian mempersembahkannya kepeda pelbagai generasi setelah diedit dan dikoreksi.
Hal itu dikuatkan oleh Syaikh Muhammad Imran Al A’zami’ editor senior di perpustakaan ini, beliau juga seorang penyair Arab dan sastrawan yang mampu berbicara dengan 6 bahasa, beliau menyimpulkan usaha perpustakaan ini dengan perkataan beliau :“tujuan utama perpustakaan ini adalah buku-buku yang belum dicetak di dunia, kami memburu mikrofilm dari seluruh penjuru dunia, kemudian kami mencetaknya dan mendistribusikannya di segenap penjuru dunia Arab dan Islam.
Ketika kami masuk ke ruangan tempat para pegawai percetakan mengkomposisikan huruf dengan metode konvensional yang sekarang sudah tidak terpakai lagi sekarang seiring dengan semakin berkembang pesatnya alat-alat percetakan elektronik, kami tercengang ketika kami mengetahui bahwa para pegawai yang mengkomposisikan huruf untuk dicetak ini sama sekali tidak memahami bahasa Arab, mereka hanyalah orang-orang India biasa, hanya saja mereka memiliki pengalaman yang panjang yang memungkinkan mereka untuk menghafal harakat huruf dan memilih harakat yang sesuai dan menyusun dengan teliti dari sekian banyak batang logam kecil acak di satu bingkai kayu cetak.
Ketika datang Direktur Perpustakaan ini; Prof. Abdul Majid yang juga menjabat Ketua Jurusan Bahasa Arab di kuliah, kami terkejut, beliau langsung memungkasi :”bagian penyusun komposisi huruf ini sebentar lagi akan ditiadakan, kami terpaksa untuk beralih menggunakan alat-alat modern, dan kami akan memulai perjalanan kami dalam memberi perhatian kepada turats Arab dengan usaha kami untuk menuliskan kembali manuskrip dengan komputer”. Akan tetapi perpustakaan yang didirikan dengan tujuan utama untuk mengumpulkan manuskrip ilmiah dan seni Arab dan usaha untuk menjaganya, dan diprioritaskan – sebagaimana yang disampaikan Prof. Muhammad Abdul Majid- manuskrip dari delapan abad pertama hijriah yang dianggap sebagai zaman paling cerah dalam sejarah penulisan di dunia Islam, dan diprioritaskan juga manuskrip-manuskrip langka yang ditakutkan hilang jika tidak segera ditangani. Karena itu tidak heran perpustakaan ini telah memberi sumbangsih kepada perpustakan Islam dan Arab, ratusan kitab dan tulisan seperti : “Sunan Kubro” milik Baihaqi, “Al Faliq fi Lughah” tulisan Zamakhsyari dan Tahdzib Tahdzib milik Ibnu Hajar Al Asqalany.
Museum Salar Jung
Setelah kami berkeliling di Perpustakaan Osmania, kami menuju ke tempat lain di kota Hyderabad yang menyimpan manuskrip dalam jumlah besar, tempat itu adalah Museum Salar Jung yang didirikan oleh Wazir pada masa Nidzm Mulk (Nawab Mir Yousuf Ali Khan Salar Jung III (1889–1949) mantan Perdana Mentri pada masa Nidzam Mulk ke 7 Mir Osman Ali Khan (1886-1967) pent.).
Museum ini menyimpan manuskrip dan barang-barang berharga lain yang langka, museum ini diberi nama wazir tersebut sebagai perhormatan atas jasanya mengkoleksi barang-barang langka dan seni (barang-barang di museum tersebut adalah koleksi keluarga Salar Jung, pent.).
Dalam museum ini terdapat ruangan khusus manuskrip, divisi ini paling sering disebut, kita dapati di dalamnya sejumlah manuskrip langka berbahasa Arab, diantaranya kitab hadist yang ditulis tangan masih tersimpan rapi seperti warna asalnya, juga kitab syi’ir dan kata mutiara, tasawuf, nasehat, khitobah, mantiq, bahasa, biografi, tafsir, sejarah dan madzhab-madzhab dengan dua dua bahasa : Arab dan Persia, walaupun jumlah manuskrip berbahasa Persia jauh lebih banyak daripada manuskrip Arab. Jumlah manuskrip Arab sekitar 2600 manuskrip lebih, sedang manuskrip dengan bahasa selain Arab mencapai sekitar 8500 manuskrip.
Dari koleksi langka di museum ini adalah naskah milik Bustan Sa’adi; penyair besar Persia, dan naskah “Šāhnāmaẗ/Shahnameh(cerita raja-raja, pent.)” milik Al Firdausi yang diperkirakan berasal dari akhir seperempat awal abad 15 Masehi (sekitar 1400-1425 M, pent.). Di museum ini juga terdapat manuskrip yang berisi hadist dan biografi Nabi Muhammad Shallahualaihiwasallam ynag seudah diterjemahkan ke bahasa Persia yang berasal dari akhir abad ke 15 Masehi.
Zakaria Abdul Jawwad
Majalah Al Araby Vol. 551 10/2004