Jumat, 26 April 2019

Anak Panah Pertama yang dilepaskan dalam Jihad fi Sabilillah


Ilustrasi memanah
gambar dari akhbarak.net

            Anak panah ini dilepaskan oleh shahabi yang mulia Sa'd bin Abi Waqqash dalam ekspedisi Ubaidah bin Harist bin Muthalib ke arah Rabigh[1], Ibnu Katsir dalam Fushul  menyebutnya dengan Tsaniyyah al-Marah. Peristiwa ini terjadi pada bulan Syawal 2 H[2], kaum Muslimin berjumlah sekitar 60 atau 80 dari penunggang kuda Muhajirin. Tidak ada pertempuran dalam ekspedisi ini, meskipun Sa'd melepaskan anak panahnya ke musuh.
Ia mengatakan tentang hal tersebut:
إني لأول العرب رمى بسهم فى سبيل الله
Sungguh aku adalah orang Arab pertama yang melepaskan anak panah dalam jihad fi sabilillah[3]”.
Wallahua'lam.



                [1] Miqat penduduk Syam, Mesir, Turki dan yang melalui jalur tersebut, tempat ini terletak sekitar 183 km., sebelumnya yang dijadikan miqat adalah Juhfah namun lenyap, sehingga kini ihram dimulai dari Rabigh. Musa bin Rasyid al-‘Azimi, al-Lu’lu’ wa al-Maknun fi Sirah an-Nabi al-Ma’mun, (Riyadh: Dar Suma’i, Cet. 1, 1434 H), 2/290.
                [2] Menurut al-Azimi. Adapun Ibnu Katsir menyebutnya dalam bulan Rabi’ al-Awwal 2 H. Lihat Ibnu Katsir, al-Fushul fi Sirah ar-Rasul, (Kairo: Dar Ibnu Rajab, Cet. 2, 1434 H), hlm. 41
                [3] Bukhari (3728); Muslim (2966).

Jumat, 12 April 2019

Sebab dan Solusi Kemunduran Umat Islam*



Oasis di Ahsa Saudi Arabia
sumber: gulfnews.com


Oleh: Abdurrahman bin Yahya al-Muallimi al-Yamani[1]

Orang cerdik pandai tentang Islam yang ikhlas telah banyak menuturkan bahwa kelemahan, kemerosotan, kehinaan dan jenis kemunduran lain yang menimpa umat tidak lain hal itu terjadi karena jauhnya mereka dari hakekat Islam.
Aku memandang bahwa hal itu kembali kepada tiga hal:
1) Kerancuan antara yang menjadi bagian agama dengan yang tidak[2].
2) Lemahnya keyakinan dengan apa yang menjadi bagian dari agama.
3) Tidak mengamalkan aturan-aturan agama.
Aku memandang bahwa mengetahui adab kenabian yang sahih dalam ibadah, muamalah, tinggal menetap, bepergian, berkumpul bersama, ketika sendirian, bergerak, diam, terjaga, tidur, makan, minum, berbicara, diam, dan hal lainnya yang dilakukan oleh manusia dengan usaha mengamalkannya sebatas yang ia mampu adalah satu-satunya obat dari penyakit tersebut.
Banyak adab tersebut yang mudah bagi jiwa (untuk menjalankannya), jika manusia mengamalkannya sebatas yang mudah ia lakukan dan meninggalkan yang menyelisihinya niscaya tidak lama kemudian –In sya Allah- ia akan meminta tambah. Barangkali tidak lama kemudian ia akan menjadi teladan bagi yang lain dalam hal itu dengan mengikuti petunjuk yang lurus tersebut dan bertingkah laku dengan akhlaq yang agung tersebut –meski sampai batas tertentu- (yang nantinya) akan menyinari hati, melapangkan dada, menenangkan jiwa, memperdalam keyakinan, dan memperbaiki amalnya. Jika semakin banyak yang melakukannya, tidak lama kemudian penyakit tersebut In sya Allah akan hilang.
Selesai nukilan.
Wallahua’lam.


                * Judul ini dari penulis.
                [1] Fadhlullah al-Jilani, Fadhlullah ash-Shamad fi Syarh al-Adab al-Mufrad, mukaddimah oleh Abdurrahman bin Yahya al-Muallimi, (Kairo: Maktabah as-Salafiyah, 1378 H), hlm. 17.
                [2] Maksudnya kerancuan bagi sebagian orang antara syariat dengan bid’ah.

Kamis, 04 April 2019

Barbar


peta dari nationonline.org

Barbar bisa dikatakan bangsa yang lebih awal tinggal di wilayah Maghrib[1] sebelum kedatangan Umat Islam. Terdapat perbedaan apakah mereka keturunan Arab atau tidak. Istilah Barbar sendiri bukan berasal dari mereka sendiri, namun sebutan orang Romawi terhadap orang yang tidak berbahasa Latin dan Yunani, sedangkan mereka menyebut diri mereka sendiri dengan Amazigh, yang bermakna musafir atau petualang yang bebas[2].
Bagi penulis, penggunaan istilah ini menjadi bukti penulisan sejarah yang Eropasentris, karena jika pendapat ini yang diambil dan melihat fakta yang sejarah sekarang yang menunjukkan Barbar sebagai istilah yang digunakan untuk menyebut istilah bangsa yang bengis, kasar, dan jahat. Apa Romawi tidak kalah bengis dan jahat?.  
Sisi kedua adanya kecenderungan unsur Islamophobia, karena setelah pembukaan wilayah Islam mereka berbondong-bondong masuk Islam, ditambah lagi kebijakan asimilasi yang diterapkan para gubernur Afrika Utara dari Uqbah bin Nafi’, Abu al-Muhajir Dinar mawla Maslamah bin Mukhallad, Zuhair bin Qais al-Balwi, dan Hassan bin Nu’man al-Ghassani. Karena itu muncul tokoh besar mereka seperti Tariq bin Ziyad, yang namanya diabadikan sebagai nama selat antara Afrika dan Iberia yaitu Gibraltar, dan nama negara sangat kecil yang tunduk ke Inggris, yaitu Gibraltar juga. Nama ini muncul dari hasil penyesuaian pelafalan nama Thariq bin Ziyad ke bahasa mereka. Kelak muncul dinasti seperti Muwahhidun/Mohads yang notabene orang Amazigh/Barbar. Kelak muncul tokoh seperti Ibnu Ajurrum, penulis matn beken Nahwu, Ajurrumiyah yang notabene ia berasal dari kabilah Shanhaj yang merupakan bagian dari Amazigh/Barbar.
Wallahua’lam. 

Ngangkruk, 29 Rajab 1440 H/04 April 2019 M pkl. 09.47 WIB.


                [1] Maghrib dari kalimat gharb yang bermakna arah barat, karena posisinya berada di bagian barat dari wilayah umat Islam, dimana pusatnya berada di Makkah. Ubayyah  menyebut bahwa ahli geografi biasa membagi Maghrib menjadi  tiga bagian: 1) Maghrib Dekat: mnecakup Libya,Tunis, dan sebagian Aljazair. 2) Maghrib Tengah: mencakup bagian Tengah Aljazair. 3) Maghrib Jauh: mencakup Kerajaan Maroko dan Mauritania. Batas antara Tengah dan Jauh adalah sungai Muluwiyah. Thaha Abd al-Maqsud Abd al-Hamid Ubayyah, Jihad al-Muslimin wa Futuhatuhum fi Ashr al-Khilafah al-Umawiyah, (Kairo: Dar al-Imam al-Barbahari, Cet. 1, 1433 H), hlm. 65-66.
                [2] Lihat Nahlah Syihab Ahmad, al-Maghrib al-Arabi fi Ahd ‘Uqbah bin Nafi’, (Irbid: Dar al-Kitab ath-Thaqafi, Cet. 1, 1433 H), hlm. 31-33.

Selasa, 02 April 2019

Kekuatan Hafalan az-Zuhri




Muhammad bin Syihab az-Zuhri (124 H) adalah salah satu muhaddist terbesar di masanya, ia dianggap tsiqat oleh pemuka jarh wa ta’dil. Para ulama memuji kekuatan pemahaman dan keluasan ilmunya. Ia orang pertama yang menggunakan metode mengumpulkan sanad hadist yang berlainan untuk menyempurnakan konteks hadist dan menyambung hadist tanpa terpotong oleh sanad. Ibnu Syihab adalah orang tekun dalam sejarah Islam, hadist, dan fiqh. Ia menulis berdasar apa yang ia dengar dan ia kumpulkan dari masyayikhnya. Abu Zinad mengatakan tentangnya:“Kami mengelilingi ulama bersama Zuhri dan ia membawa lembaran dan buku untuk mencatat yang ia dengar”.
Tentang hafalannya, sungguh seperti keajaiban!. Al-Fasawi[1] menceritakan bahwa seorang khalifah meminta kepada Zuhri untuk mendiktekan hadist kepada anaknya, khalifah tersebut mendatangkan seorang penulis hingga Zuhri selesai mendiktekan 400 hadist. Beberapa masa kemudian khalifah tersebut mengatakan kepada Zuhri: Catatan tersebut hilang!. Maka ia memanggil penulis hingga Zuhri mendiktekan lagi 400 hadist tersebut. Mereka kemudian membandingkan catatan pertama dengan yang kedua dan tidak ada perbedaan walau satu huruf pun!.
Wallahua’lam.

Ngangkruk, Kamis 28 Rajab 1440 H/2 April 2019 pkl. 22.06 WIB
   



                [1] Al-Fasawi, al-Ma’rifah wa at-Tarikh, 1/640 sebagaimana dinukil al-Muallimi dalam Ilmu ar-Rijal wa Ahamiyyatuhu, tahqiq Ali Hasan al-Halabi, (Riyadh: Dar ar-Rayah, Cet. 1, 1417 H), hlm. 25.

Al-Mizzi, Ibnu Taimiyah dan Penjara Ibnu Hajar mengisahkan dalam biografi al-Mizzi bahwa ia pernah mengalami cobaan dengan dipenjara, perist...