gambar: arageek.com
Muhibbuddin
al-Khatib (1389 H)
Prolog
Suatu hal yang tidak
diragukan lagi bahwa Tarikh Thabari merupakan salah satu referensi induk yang
terpenting dalam sejarah Islam. Pentingnya buku ini kembali kepada banyak
sebab: kedalaman ilmu penulisnya, selamatnya akidah penulis, kayanya sumber
ilmiah, luasnya data ilmiah, bermacam-macamnya sumber, kuatnya metode hadist
yang digunakan Thabari dan lain sebagainya. Tidak heran jika buku ini
mendapatkan perhatian besar dari para pemerhati Sejarah Islam, tidak terkecuali
para orientalis.
Setiap buku tentu saja
memilik kekhasan khusus yang berlainan antara satu sama lain, peneliti yang
cerdas akan bisa mengambil faidah sebesar-besarnya dari referensi yang ada
padanya. Hal itu salah satunya kembali kepada pengetahuan peneliti akan
kekhasan buku tertentu dari cara penulisan, sumber, batasan masa dan lain
sebagainya.
Tulisan al-Khatib ini
ditulis tahun 1954 M, berarti sudah melewati setengah abad namun temanya tetap
aktual untuk dibaca terutama bagi pemerhati Sejarah Islam, sehingga
pemanfaataan buku ini lebih besar lagi.
Mengambil
Manfaat dari Data Tarikh Thabari
Al-Khatib mengatakan:
Memanfaatkan Tarikh Thabari
dilakukan dengan mengetahui biografi para perawinya di kitab jarh wa ta’dil,
mayoritas biografi suyukhnya langsung dan suyukh sebelumnya
terdapat di kitab seperti Tadzkirah al-Huffadz karya Dzahabi. Adapun
biografi perawi yang hidup hingga akhir abad kedua Hijriah terdapat di Khulashah
Tadzhib al-Kamal karya Shofi a-Khazraji, Taqrib at-Tahdzib, dan Tahdzib
at-Tahdzib keduanya karya Ibnu Hajar.
Perawi yang terkena jarh dan
termasuk perawi yang dhaif terdapat biografinya di Mizan al-I’tidal
karya Dzahabi, Lisan al-Mizan karya Ibnu Hajar, Tabaqat Ibnu
Sa’d, Tarikh Baghdad karya al-Khatib al-Baghdadi, Tarikh Dimasyq karya
Ibnu Asakir, Tarikh al-Islami karya Dzahabi, dan al-Bidayah wa
an-Nihayah karya Ibnu Katsir.
Karya tentang Musthalah
Hadist menjelaskan sifat yang harus dimiliki seorang perawi dan menjelaskan
juga kapan boleh mengambil dari riwayat yang menyelisihi.
Belum diketahui ada umat,
dimana para sejarawannya perhatian sampai pada hal menyeleksi kabar/data,
menjelaskan derajatnya, dan syarat memanfaatnya seperti yang dilakukan ulama
kaum Muslimin, karena pengetahuan tentang hal tersebut merupakan suatu
kelaziman orang berkecimpung dalam Sejarah Islam.
Adapun orang yang yang
mengambil data dengan hawa nafsunya, tidak mengenal para perawi, mencukupkan
diri menyebut penukilan dari Thabari dari halaman sekian dan jilid sekian di
akhir data dan kemudian menyangka bahwa ia telah melaksanakan tugasnya dengan
hal tersebut, maka ia orang yang paling jauh dari manfaat yang terkandung dalam
referensi Sejarah Islam yang memuat ribuan data tersebut.
Jika mereka mampu memahami
Musthalah Hadist, memiliki perhatian dengan buku jarh wa ta’dil,
perhatian dengan perawi setiap data sebagaimana perhatiannya terhadap data
tersebut maka ia akan mampu “hidup” dalam “lingkungan” Sejarah Islam karena ia
mampu membedakan data antara madu dan racunnya, mengetahui kadar data dengan
mengetahui kadar perawi data tersebut.
Peninggalan para pendahulu
umat ini dalam berbagai bidang pengetahuan termasuk warisan paling berharga
yang ditinggalkan. Ulama pendahulu memiliki sumbangsih dalam banyak bidang keilmuan,
sehingga karya mereka saling terkait satu sama lain. Karya mereka dalam Sejarah
Islam tergantung pada riwayat, sebagai bukti hiperbolis dari sempurna dan
mencakupnya amanah ilmiah mereka, sehingga orang yang menukil karya mereka harus
memaparkan data tersebut kepada kaidah ilmu riwayat dan buku-buku jarh wa
ta’dil yang menyebut biografi para perawi, karena jika hal itu tidak
dilakukan maka ia salah jalan dan menyelisihi metodenya para ulama.
Selesai.
Ngangkruk, Kamis, 08 Rajab
1440 H/14 Maret 2019 M pkl. 13.25 WIB.