Kamis, 19 September 2019

'Tajarrud' antara Islam dan Barat



'Tajarrud' (baca: obyektif) dalam Islam maksudnya bergabungnya ikhlas dan ittiba' (mengikuti perintah Rasulullah), maka tidak cukup ikhlas saja tanpa mengikuti jalan yang haq. Sebagaimana tidak cukup hanya ittiba' tanpa ikhlas hanya kepada Allah dan mengharap ridha-Nya.
Adapun 'tajarrud' menurut Barat sebatas ikhlas (dan tunduk) ke hukum akal.
(As-Sullami, Manhaj Kitabati Tarikh al - Islami, hlm. 153).
Bagi penulis, obyektif ala Barat ini lebih tepat disebut bebas nilai atau kosong dari nilai dan membiarkan akal menjadi hakim dan penentu kebenaran.
Jika ditelisik lebih dalam, gagasan ini berujung pada seruan untuk tidak lagi percaya pada nilai agama, atau dengan bahasa lain adalah ajakan pada kekufuran. Pertanyaan yang menggelitik, apakah mungkin ada seseorang yang bisa sama sekali bebas nilai?.
Jawabnya tak ada seorangpun yang mampu melakukannya kecuali mengambil nilai dan keyakinan lainnya.
Allah mengatakan :
 ما جعل الله لرجل من قلبين في جوفيه
"Tidaklah Allah menjadikan bagi seseorang dua hati dalam rongganya" (Al-Ahzab: 4)
Ibnu Taimiyah (Risalah Ubudiyah, hlm. 108 dan 111) mengatakan :
Hati itu secara naluriah membutuhkan penghambaan, jika ia tidak menyembah Allah maka ia akan menyembah selain-Nya.

Mengapa berbeda?
As-Sullami mengatakan:
Sebab perbedaan ini kembali tujuan hidup dan sumber pengetahuan.(As-Sullami, Manhaj Kitabati Tarikh al - Islami, hlm. 153).
Tujuan hidup muslim dengan kafir jelas berbeda, muslim hidup untuk ibadah sedangkan kafir hidup untuk menurutkan hawa nafsunya. Allah berfirman :
  وما خلقت الجن و الإنس إلا ليعبدون 
"Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah-Ku"
 (Adz-Dzariyat: 56)
Adapun sumber pengetahuan dalam Islam jelas berbeda dengan Barat. Islam adalah agama risalah yang menjadikan Al-Qur'an dan Sunnah sebagai sumber utama pengambilan hukum dan sumber lainnya yang dibahas Ushul Fiqh.
Sumber Barat berpedoman pada akal dengan menjadikannya sebagai hakim dan penentu kebenaran.
Islam juga percaya dengan hal ghaib yang sumbernya dalil Al-Qur'an dan Sunnah.
Barat tidak percaya dengan hal tersebut karena tidak sesuai menurut akal mereka, namun lucunya mereka percaya dengan dukun, peramal, 'fortuneteller' dan yang terkait dengan perdukunan yang tidak bisa dipastikan kebenarannya.
Karena itu paparan singkat ini menunjukkan perbedaan signifikan antara kedua metode, antara Islam dan Barat. Seorang muslim sejati akan mendahulukan metode orisinil yang sesuai dengan agamanya dan menjauhkan diri dari hal yang tidak selaras dengan agamanya.
Sebagaimana juga jamak diketahui bahwa metode penelitian akan menentukan hasil, karakteristik penelitian dalam khazanah keilmuan Islam berbeda hal dengan khazanah Barat sehingga metode yang dipaksakan ini menjadi salah satu sebab kerusakan khazanah keilmuan Islam.
Wallahua'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Al-Mizzi, Ibnu Taimiyah dan Penjara Ibnu Hajar mengisahkan dalam biografi al-Mizzi bahwa ia pernah mengalami cobaan dengan dipenjara, perist...