Kamis, 06 Februari 2020

Perhatian Para Shahabat dengan Sīrah Nabawiyah



Muhammad bin Ṡāmil as-Sullamī[1]

Data yang ada menunjukkan bahwa banyak shahabat yang telah menuliskan khabar dan memberikan perhatian khusus terhadap Sīrah dan Maghāzī Rasulullah, bahkan mereka mendiktekan hal tersebut kepada murid mereka.
Ibnu Sa’d meriwayatkan dengan sanadnya ke Abu Amru bin Ḥuraiṡ al-Użrī ia mengatakan:”Aku mendapati di kitab ayah-ayahku: Mereka mengatakan: Utusan kami (Bani Użroh) sebanyak 12 orang menemui Rasulullah pada bulan Shaffar tahun 9 H, diantara mereka ada Ḥamzah[2] bin Nu’mān al-Użrī [3].
Ubaidullah bin Abdullah bin ‘Utbah ketika mensifati Abdullah bin Abbās ia mengatakan: “...Pada suatu hari ia tidak menyebutkan kecuali fiqh, hari lainnya takwill (tafsir), hari lainnya maghāzī, hari lainnya syair, hari lainnya Sejarah Arab...[4]”.
Ibnu Abbas ini meninggalkan buku dalam jumlah besar yang disifati dengan (حِمل بعير), beban muatan onta. Buku ini ada di mawla-nya, Kuraib. Lalu, Kuraib menyerahkannya kepada Mūsa bin Uqbah penulis Maghāzī yang masyhur, sebagaimana riwayat Mūsa bin Uqbah yang mengatakan:
وضع عندنا كريب حِملَ بعير أو عِدلَ بعير من كتب ابن عباس، قال: فكان علي بن عبد الله ابن عباس إذا أراد الكتاب كتب إليه ابعث إلي بصحيفة كذا وكذا قال: فينسخها فيبعث عليه بإحداهما
Kuraib menaruh satu muatan atau separuh muatan onta dari kitab-kitab di tempatku. (Musa) mengatakan: Jika Ali bin Abdullah bin Abbas membutuhkan sebuah kitab ia menuliskan kepadanya (Kuraib), kirim kepadaku catatan ini dan ini. Musa mengatakan: Maka (Kuraib) menyalinnya dan mengirimkan kepada Ali yang ia minta[5]”.
Riwayat lain tentang Sirah misalkan dari jalan Amrū bin Syuaib dari ayahya, dari kakeknya, yaitu shahabat yang mulia Abdullah bin ‘Amrū bin Āṣ yang termasuk shahabat terkemuka dalam pembukuan hadist Rasulullah, hingga  ia dikatakan menuliskan semua yang ia dengar dari Rasulullah.
Abu Hurairah mengatakan:
ما من أحد من أصحاب النبي أكثر حديثاً مني إلا ما كان من عبد الله بن عمرو فإنه كان يكتب ولا أكتب
Tidak ada seorang pun dari shahabat Nabi yang yang lebih banyak hadisnya dariku, kecuali yang ada pada Abdullah bin ‘Amrū karena ia menulis sedangkan aku tidak[6]”.
Termasuk kitab yang dimilikinya adalah saḥīfah yang disebut Siddīqah.
Catatan ini kemudian diwarisi cucu-cucunya dan diriwayatkan oleh ‘Amrū bin Syuaib yang menjadikan ulama Jarḥ wa Ta’dīl berbeda pendapat tentang riwayat ‘Amrū bin Syuaib dari ayahnya, dari kakeknya, alasan mereka karena periwayatan tersebut dilakukan dari saḥīfah, karena itu Żahabī mengatakan:”Dan sebagian mereka beralasan karena periwayatannya dari saḥīfah dan diriwayatkan secara wijādah, karena itu dihindari penulis (kitab hadist) Sahih, karena tasḥīf (salah tulis) terjadi karena periwayatan dari suhūf (bentuk jamak dari saḥīfah), dimana hal itu tidak terjadi pada periwayatan musāfahah[7] dengan sama’[8][9].
Riwayat lain yang membuktikan perhatian shahabat dengan Sirah adalah riwayat  Wāki’ dari Abdullah bin Ḥanasy yang mengatakan:
رأيتهم يكتبون على أكفهم بالقصب عند البراء
Aku melihat mereka menuliskan di telapak tangan mereka dengan bambu di (majlis) Barrā (bin ‘Āzib)[10]”.
Hal ini menunjukkan bahwa Barrā bin ‘Āzib radhiyallahuanhu mendiktekan sesuatu kepada yang hadir di majlisnya, karena itu Dr. Muhammad Musṭāfa al-‘A’ẓamī mengatakan bahwa Barrā telah mendiktekan Maghazi Rasulullah dalam jumlah besar dengan dalil apa yang diriwayatkan oleh Abu Ishaq as-Sabi’i dari Barrā bin ‘Āzib tentang Maghāzī. Ia menghitung riwayat as-Sabi’ī dari Barrā bin ‘Āzib di Sahih Bukhari dan mendapati 25 riwayat terkait dengan Sirah Nabawiyah yang mencakup hijrahnya shahabat ke Madinah, hijrahnya Rasulullah, Perang Badr, Uḥud, pembunuhan Abu Rāfi’ sang pemuka Yahudi, Khandaq, Ḥudaibiyyah, Umrah al-Qaḍā, Fatḥu Makkah, dan Ḥunain[11].
Wallahua’lam.


[1] Diolah dari Muhammad bin Ṣāmil as-Sullamī, Manhaj Kitābah Tārikh al-Islamī, , hlm. 327-328.
[2] Ibnu ajar menyebutnya dengan Jamrah (جَمرَة), orang Hijaz pertama yang membawa zakat kaumnya ke Rasulullah. Lihat Ibnu al-Aṡīr, Usdu al-Gābah, hlm. 302; Ibnu ajar, al-Iṣābah, 2/224-225.
[3] Ibnu Sa’d, abaqāt, 1/331.
[4] Ibnu Sa’d, abaqāt, 2/368.
[5] Ibnu Sa’d, abaqāt, 5/293.
[6] Bukhari, Sahih, hadist 2731.
[7] Tatap muka langsung.
[8] Mendengar langsung.
[9] Żahabī, Mizānul I’tidāl, 3/266.
[10] Ibnu Abi Khaiamah, al-Ilmu, hlm. 144; al-Baghdādi, Taqyīdul Ilmi, hlm. 105. Syaikh abiburrahman al-A’ẓamī mengatakan: Maksudnya, mereka menuliskan di telapak tangan mereka jika kertas sudah penuh untuk kemudian dipindah ke kertas lain jika mereka sudah pulang ke rumah mereka.
[11] Muhammad Musṭafa al-A’ẓamī, Maghāzī Rasulillah li Urwah bin Zubair, hlm. 25-26.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Al-Mizzi, Ibnu Taimiyah dan Penjara Ibnu Hajar mengisahkan dalam biografi al-Mizzi bahwa ia pernah mengalami cobaan dengan dipenjara, perist...